Foto: Tahanan wanita di Polda Kalimantan Barat, berinisial MD (42) asal Kabupaten Sanggau mengalami keguguran setelah diduga tidak mendapatkan perlakuan khusus selama dalam tahanan.
Sumber :(Ril)
Pontianak – Seorang tahanan wanita di Polda Kalimantan Barat, berinisial MD (42) asal Kabupaten Sanggau mengalami keguguran setelah diduga tidak mendapatkan perlakuan khusus selama dalam tahanan. Keluarga MD menuntut pertanggung jawaban kepolisian atas kejadian tersebut. Senin(10/03/2025)
MD ditahan sejak 8 Februari 2024 dalam kondisi hamil, namun ditempatkan di sel umum tanpa fasilitas khusus. Situasi ini diduga memperburuk kondisinya hingga ia mengalami keguguran pada 23 Februari 2024.
Menurut adik kandung MD setelah keguguran, kakaknya sempat menjalani operasi di Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak. Namun, usai operasi, MD tidak mendapatkan perawatan yang memadai dan diminta menggunakan BPJS pribadinya untuk kontrol pascaoperasi.
“Kakak saya masih sering mengalami kram dan nyeri perut. Semua ini karena penanganan pascaoperasi tidak dijalankan sepenuhnya oleh pihak kepolisian, pihak kepolisan menganjurkan pengobatan lanjutan dilakukan di klinik Polda, sedangkan untuk pengobatan pascaoprasi harus dirumah sakit dan bukam kelinik” ujarnya, Sabtu (8/3).
Ia menegaskan bahwa jika kondisi MD semakin memburuk, keluarganya akan membawa kasus ini ke Kementerian Hukum dan HAM serta menyurati Kapolri. Adik MD juga menyebut bahwa dalam waktu dekat Polda Kalbar berencana memindahkan MD ke Rutan Kelas IIB Sanggau.
Kasus MD menimbulkan pertanyaan tentang standar perlakuan Polda Kalbar terhadap tahanan perempuan, terutama yang sedang hamil. Regulasi mengharuskan mereka mendapatkan perlakuan khusus, termasuk pemisahan dari tahanan umum serta akses layanan kesehatan yang memadai.
Dalam aturan hukum yang berlaku, tahanan yang mengalami keguguran atau menjalani operasi berhak atas perawatan medis berkelanjutan tanpa harus membiayai sendiri. Kegagalan dalam pemenuhan hak dasar ini berpotensi melanggar prinsip hak asasi manusia.
Pengamat hukum dan kebijakan publik, Herman Hofi Munawar, menekankan pentingnya perlindungan bagi tahanan perempuan hamil. Menurutnya, aspek kesehatan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh pihak kepolisian.
“Setiap tahanan harus menjalani pemeriksaan kesehatan awal, terutama bagi perempuan hamil. Penyidik kepolisian harus memahami langkah yang perlu diambil untuk memastikan kesehatan mereka tetap terjaga,” ujarnya, Minggu (9/3).
Ia menambahkan bahwa kasus ini perlu dikaji secara komprehensif untuk menentukan apakah keguguran MD disebabkan oleh kurangnya perawatan medis atau faktor psikologis akibat tekanan selama di tahanan.
“Jika keguguran ini terjadi karena kelalaian dalam memberikan perlakuan khusus kepada tahanan hamil, maka seluruh petugas yang bertanggung jawab, termasuk komandannya, harus dimintai pertanggung jawaban,” tegasnya.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa penegakan hukum tidak boleh mengabaikan aspek kemanusiaan. Aparat kepolisian diharapkan segera mengevaluasi sistem penanganan tahanan perempuan agar insiden serupa tidak terulang di masa mendatang.
Sementara itu Kepolisian Daerah Kalimantan Barat menegaskan bahwa penanganan terhadap MD (42), tahanan asal Kabupaten Sanggau yang mengalami keguguran pada 23 Februari 2025, telah dilakukan sesuai prosedur dan standar medis yang berlaku.
Hal tersebut diungkapkan Kabid Humas Polda Kalbar, Kombes Pol Dr. Bayu Suseno, menyatakan bahwa aspek kemanusiaan menjadi prioritas utama dalam pelayanan dan perawatan tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Polri. “Kami memastikan bahwa setiap tahanan, terutama yang membutuhkan perhatian medis khusus, mendapatkan penanganan yang layak sesuai prosedur,” ujarnya, Minggu, 9 Maret 2025.
Menurut kronologi kejadian, MD mengalami keguguran pada 23 Februari 2025 sekitar pukul 11.42 WIB. Petugas Direktorat Tahti Polda Kalbar segera menghubungi penyidik dan membawa MD ke Rumah Sakit Bhayangkara Pontianak untuk mendapat perawatan medis. Keluarga MD turut dilibatkan dalam proses persetujuan medis.
Setelah menjalani pemeriksaan, dokter menyatakan bahwa kondisi MD stabil dan tidak memerlukan tindakan operasi karena rahimnya telah bersih secara alami. Ia dirawat di RS Bhayangkara dari 23 hingga 26 Februari sebelum dikembalikan ke Rutan Polda Kalbar.
Direktur Tahanan dan Barang Bukti (Dirtahti) Polda Kalbar, AKBP Jamhuri Nurdin, menjelaskan bahwa MD tidak mengungkapkan kehamilannya saat pertama kali diperiksa. “Kami memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas, termasuk pemeriksaan kesehatan tahanan setiap dua hari sekali oleh Tim Dokkes Polda,” katanya.
Selain pemeriksaan awal, MD juga mendapatkan pemeriksaan lanjutan. Pada 26 Februari, dokter spesialis kandungan RS Bhayangkara memastikan kesehatannya dalam kondisi baik. Pemeriksaan berkala juga dilakukan pada 7 dan 9 Maret di klinik Polda Kalbar dan RS Bhayangkara, di mana dokter memberikan vitamin untuk menjaga kesehatannya.
MD ditahan berdasarkan Laporan Polisi Nomor LP/A/24/II/2025/SPKT.DITRESNARKOBA POLDA KALBAR, terkait dugaan pelanggaran Pasal 114 ayat 1 dan Pasal 112 ayat 1 Undang-Undang tentang Narkotika. Ia ditahan sejak 12 Februari 2025 berdasarkan surat perintah penahanan yang diterbitkan Ditresnarkoba Polda Kalbar.
“Semua proses hukum berjalan sesuai prosedur. Kami berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan hak-hak tahanan tetap terpenuhi,” kata Kombes Pol Bayu Suseno.
Ia menegaskan bahwa Polda Kalbar berkomitmen menjaga kesehatan dan hak dasar setiap tahanan. “Aspek kemanusiaan menjadi prioritas utama dalam setiap tindakan kepolisian, termasuk dalam pelayanan kesehatan bagi tahanan,” pungkasnya.(*)