Foto; Lokasi proyek pembangunan Rumah Adat Melayu yang berlokasi di Jalan Pangeran Kusuma Jaya, Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong.
Ketapang – Perkumpulan Lawang Kekayun (PLK) Kabupaten Ketapang mempertanyakan sebab mangkraknya proyek pembangunan Rumah Adat Melayu yang berlokasi di Jalan Pangeran Kusuma Jaya, Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong. Kamis (30/03/2023)
Proyek milik Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Ketapang yang telah menghabiskan dana APBD sekitar Rp. 2 miliar lebih itu mulai dikerjakan pada 2019 dan dilanjutkan di tahun berikutnya. Hingga saat ini kondisinya telah menjadi hutan semak belukar. Bahkan jalan masuk menuju kawasan itu sudah tertutup tumbuhan liar.
Ketua PLK Kabupaten Ketapang, Zunaidi menjelaskan, kalau pada saat awal dikerjakannya proyek Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang pihaknya sudah sangat senang. Bahkan pihaknya telah mempersiapkan sekretariat yang nanti desainnya representatif dari rumah melayu Ketapang.
“Itulah harapkan kita sebenarnya ada representatif Rumah Melayu. Tetapi kenapa bangunan yang representatif untuk orang melayu saat ini belum juga terwujud sampai hari ini kita belum punya yang di kota Ketapang,” ungkapnya.
Lebih lanjut
Ia mengakatan, kalau saat ini, di Ketapang tidak memiliki Rumah Adat melayu yang menjadi akuan bagi masyarakat Kabupaten Ketapang yang khazanahnya orang Melayu. Padahal menurutnya, di Ketapang sendiri terdapat banyak kalangan baik dari Ormas Melayu maupun wakil rakyat di DPRD yang merupakan orang Melayu
” Baik dari kalangan DPRD dan Ormas Melayu banyak sekali dan ini sangat menyedihkan bagi kita ya. Dan dengar dengar magkraknya ini juga belum ada respon maupun klarifikasi dari pihak pihak yang dibebani ataupun di amanahi tanggung jawab untuk membangun wujud rumah melayu,” ujarnya.
“Jadi apa sih dilemanya kendalanya sehingga belum juga terealisasi secara sempurna? kita sama – sama tau bahwa Ketapang tidak bisa lepas dari pada resam tuah orang Melayu maka sangat riskan sekali, masak orang Melayu sendiri tidak ada suatu bangunan yang representatif yang dapat membesarkan Marwah serta tuahnya selaku orang melayu di Ketapang,” sambungnya.
Zuniadi berharap agar Pemerintah Kabupaten Ketapang melalui Dinas terkait dapat melanjutkan kembali pembangunan Rumah Adat Melayu Ketapang yang nantinya bisaekadi ikon bagi orang Melayu di Ketapang.
” Kita minta dilanjutkan pembangunan itu. seperti contoh Jembatan Kyai Mangku Negeri, itukan juga lama mangkraknya akhirnya juga tetap terealisasikan jadi sampai diresmikan oleh bapak Gubernur Sutarmidji. Mengapa tidak untuk sekelas rumah melayu di Ketapang,” pungkasnya.
Tanggapan Ketua Majelis Adat Budaya Melayu Kabupaten Ketapang
Sementara itu di tempat terpisah Ketua Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Ketapang, Rustami juga menerangkan, Ia mengakui kalau pihaknya yang menginginkan agar pembangunan rumah adat Melayu Kabupaten Ketapang di Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong tak dilanjutkan.
(MABM) Ketapang juga telah mengirimkan surat kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Ketapang melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) agar lokasi rumah adat itu dipindahkan ke kawasan jalan lingkar kota Ketapang.
” Memang kami membuat surat ke Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bahwa peruntukan rumah adat itu rasanya tidak sesuai,” kata Rustami saat dikonfirmasi Kamis (30/3/2023).
“Masak Rumah Adat Melayu di dalam hutan. Kami tidak setuju dengan lokasi itu,” tegasnya.
Saat ditanya apakah pada awal perencanaan pembangunan rumah adat Melayu itu pihak MABM dilibatkan untuk dimintai saran, ia mengaku kalau pihaknya tidak pernah dimintai soal itu karena baru menjbat ketua MABM Ketapang pada tahun 2021.
” Saya kurang tau kalau masalah itu, dan kami tidak pernah rapat itu . waktu itu masih pengurus lama bukan saya,” tuturnya.
Dirinya berharap agar pembangunan rumah adat Melayu yang representatif dengan masyarakat melayu Ketapang. Serta lokasinya diletakan di kawasan jalan lingkar kota Ketapang sehingga berdampingan dengan rumah ada dari suku lainya.
“Kami minta lokasi baru di jalan lingkar kota. Di sanakan ada banyak rumah adat, seperti jawa, dayak dan batak. Jadi kami pun mau di situ juga sehingga jalan kyai mangku negeri menjadi pusat kebudayaan,” pintanya .
Dikatakannya lagi, kalau permintaan MABM itu murni dari masyarakat melayu Ketapang yang menginginkan pembangunan rumah adat Melayu di lokasi yang strategis tanpa ada embel embel politis atau lainya.
“Yang jelas kami tidak cocok dengan lokasinya. Ini juga merupakan pesan dari Almarhum pak morkes agar nanti jika dibangun rumah adat melayu lokasinya tidak jauh dari kawasan lingkar kota,” tandanya .
Klarifikasi dari Disparbud Kabupaten Ketapang
Menurut Samson Nopen selaku
Kepala Bidang (Kabid) Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Ketapang, kalau di tahun 2023 ini tak ada anggaran untuk lanjutan pembangunan Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang.
Hal itu berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Disparbud pada mata anggaran tahun 2023.
“Dari kita kan untuk penganggaran melalui persetujuan dari badan anggaran. Setelah kita cek di DPA kita tahun ini tidak ada anggarannya (Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang – Red ),” kata Samson Nopen saat dikonfirmasi Rabu (29/3/2023).
Ia menjelaskan kalau pembangunan Rumah Adat Melayu Kabupaten Ketapang tak lagi dianggarkan akibat adanya surat permintaan dari Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) Kabupaten Ketapang yang meminta agar Pemda Ketapang memindahkan lokasi pembangunan ke kawasan jalan lingkar kota.
” Kenapa itu belum ada penganggaran karena ada permohonan dari MABM kepengurusan baru yang pak rustami sebagai ketuanya Sekarang. Pada waktu itu kadisnya masih pak Yulianus, meraka menghadap Pemda minta lokasi itu di pindah pembangunaanya ke jalan lingkar kota di tempat yang strategis,” ucapnya.
Saat disinggung mengenai perencanaan awal pembangunan, Samson Nopen mengatakan kalau dirinya tidak mengetahui pasti karena pada saat itu belum menjabat di Disparbud.
“Intinya kita dari dinas jika dari pimpinan sudah mengarahkan untuk sesuai permohonan MABM, ya kita proses,” cetusnya
“Jadi kita dari dinas ini mulai dari nol lagi, seperti pengadaan tanah dan DED ( Detail Engineering Design – Red) rumah adat melayu itu,” tambahnya.
Selain itu, ia juga meminta agar pengurus MABM Ketapang dapat memberikan penjelasan soal tak lagi dilanjutkanya pembangun rumah adat Melayu Kabupaten Ketapang yang berada di Kelurahan Mulia Kerta, Kecamatan Benua Kayong kepada masyarakat.
” Saya minta dari pengurus MABM agar menjelaskan kepada semua Ormas yang ada di bawah naungan MABM Ketapang,” tutupnya. (TIM/*)