Foto: Moh Aswandi Aswandi bersama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Brigjen Pol Rudy Tranggono
Pontianak – Sejumlah media mainstream seperti LKBN ANTARA, Harian Berkat Network, Jurnalis.co.id, Warta Pontianak, Akcaya News, Triggernetmedia.com, NusantaraNews, Nusantara Voia, serta organisasi kepemudaan dan mahasiswa, menghadiri Kopdar dan Deklarasi Tangkal Hoax di Media Sosial yang digelar Kalbar Informasi Group, di Hotel Neo Pontianak, pada Selasa (13/09/2022) siang.
Hadir sebagai Narasumber dalam kegiatan tersebut yaitu Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Provinsi Kalimantan Barat, Brigjen Pol Rudy Tranggono bersama Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol Untan Dr Netty Herawaty, serta Adrianus MPd selaku Founder Kalbar Informasi, yang dipandu oleh Aswandi, mantan Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Pontianak.
Adrianus menjelaskan, kegiatan yang diusung dengan tema Tangkal Hoax di Media Sosial ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan menciptakan informasi yang beredar di wilayah hukum Provinsi Kalimantan Barat, agar sesuai dengan mekanisme hukum dan mengacu kepada UU Pers dan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Tujuan kita pada hari ini adalah bagaimana kita dapat memberikan edukasi dan menciptakan sebuah informasi yang diterima oleh masyarakat Kalimantan Barat yang sesuai dengan mekanisme hukum dan perundang-undangan, khususnya UU Pers dan UU ITE, jangan sampai kita yang menyebarkan informasi yang tidak benar alias hoax,” ujar Adrianus
Menurutnya, kegiatan tersebut dilaksanakan guna menciptakan situasi yang kondusif dan menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di Kalimantan Barat, selaku Founder Kalbar Informasi dirinya sepakat untuk menolak informasi hoax di media sosial. Hal itu terbukti dari beberapa informasi yang disampaikan di Kalbar Informasi tidak semua informasi bisa masuk dengan mudah.
“Tak mudah informasi masuk di group Kalbar Informasi, karena kami memiliki tim untuk menyeleksi informasi yang layak atau tidak diterima oleh masyarakat. Jadi, harus melewati proses seleksi dulu” terangnya.
Untuk diketahui, saat ini Kalbar Informasi telah memiliki anggota sebanyak 115 ribu lebih, sehingga diharapkan media ini menjadi barometer bagi media lainnya agar lebih selektif lagi dalam menyampaikan informasi seputar Kalimantan Barat khususnya, karena Kalbar merupakan wilayah yang sangat rentan dan rawan terjadinya konflik.
“Pengalaman konflik antar etnis beberapa tahun yang lalu menjadikan pelajaran berharga bagi kita, jangan sampai terulang gegara jari kita yang tak dapat dikontrol. Informasi yang tidak benar bisa mengakibatkan kesalahpahaman. Untuk itu mari kita tangkal informasi yang tidak benar atau hoax ini di media sosial dalam bentuk apapun,” terangnya
Sementara itu di tempat yang sama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Kalbar, Brigjen Pol Rudy Tranggono juga menjelaskan, bahwa berita bohong atau hoax di media sosial bisa menjadi ancaman harmonisasi sosial di masyarakat, bahkan lebih jauh bisa menghancurkan suatu bangsa.
Dikatakannya lagi, berita bohong atau hoax itu saat ini menjadi ancaman harmonisasi sosial, bahkan bisa menghancurkan suatu bangsa, sehingga harus dihilangkan, ungkap pria kelahiran Pontianak ini.
Dirinya berharap, jangan ada yang menggunakan politik identitas, terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 mendatang.
Peristiwa kerusuhan di Kalbar cukup menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana sekarang kita harus tetap menjaga keharmonisan di masyarakat, sehingga Kalbar bisa membangun dan lebih maju kedepannya, ucapnya.
Sedangkan Dosen Ilmu Komunikasi Fisipol Untan, Dr Netty Herawaty, memaparkan, bahwa berdasarkan data, penduduk Indonesia termasuk menjadi pengguna medsos terbesar di dunia. Indonesia juga bahkan menjadi produsen hoax.
“Saya masih melakukan pengamatan, apakah hoax menjadi bagian dari protes, sehingga produksi hoax termasuk banyak di Indonesia. Harus dicari akar masalahnya,” ungkapnya.
Dosen Pasca Sarjana di Untan ini juga menyampaikan perlunya memberikan kesadaran dan literasi bagaimana mengedepankan etika dalam bermedia sosial.
“Saat ini kondisi di media sosial sangat memprihatinkan, sudah tidak ada lagi kesopanan dan etika, semua orang bisa dengan bebas menyebarkan apa saja tanpa adanya saringan, bahkan termasuk iklan di media massa,” pungkasnya(*)